Bismillah…
Ehm
ehm, ngomong – ngomong masalah wanita, pasti ga jauh sama yang namanya haid. Ngomong
– ngomong nih, waktu wanita haid, boleh ga si motong kuku dan rambut ?
Tidak
terdapat riwayat yang melarang wanita haid untuk memotong kuku maupun rambut.
Demikian pula, tidak terdapat riwayat yang memerintahkan agar rambut wanita
haid yang rontok utnku di cuci bersamaan dengan mandi paska haid. Bahkan
sebaliknya, terdapat riwayat yang membolehkan wanita haid untuk menyisir
rambutnya. Padahal, tidak mungkin ketika wanita yang menyisir rambutnya, tidak
ada bagian rambut yang rontok. Disebutkan dalam hadis dari A’isyah, bahwa
ketika Aisyah mengikuti haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sesampainya di Mekkah beliau mengalami haid. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
…..دعي
عمرتك وانقضي رأسك وامتشطي
“Tinggalkan
umrahmu, lepas ikatan rambutmu dan ber-sisir-lah…” (HR. Bukhari
317 & Muslim 1211)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan A’isyah yang sedang haid
untuk menyisir rambutnya. Padahal beliau baru saja datang dari perjalanan.
Sehingga kita bisa menyimpulkan dengan yakin, pasti akan ada rambut yang
rontok. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyuruh A’isyah untuk menyimpan
rambutnya yang rontok untuk dimandikan setelah suci haid.
Hadis
ini menunjukkan bahwa rambut rontok atau potong kuku ketika haid hukumnya sama
dengan kondisi suci. Artinya, tidak ada kewajiban untuk memandikannya bersamaan
dengan madsi haid. Jika hal ini disyariatkan, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan jelaskan kepada A’isyah agar
menyimpan rambutnya dan memandikannya bersamaan dengan mandi haidnya.
Dalam Fatawa Al-Kubra,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terdapat pertanyaan, “Ketika seorang sedang junub,
kemudian memotong kukunya, atau kumisnya, atau menyisir rambutnya. Apakah dia
salam dalam hal ini? Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa orang yang
memotong rambutnya atau kukunya ketika junub maka semua bagian tubuhnya ini
akan kembali pada hari kiamat dan menuntut pemiliknya untuk memandikannya,
apakah ini benar?”
Syaikhul Islam
memberi jawaban
قد ثبت عن النبي صلى الله عليه و سلم من
حديث حذيفة ومن حديث أبي هريرة رضي الله عنهما : أنه لما ذكر له الجنب فقال : إن
المؤمن لا ينجس. وفي صحيح الحاكم : حيا ولا ميتا
.
“Terdapat hadis
shahih dari Hudzifah dan Abu Hurairah radliallahu ‘anhuma,
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang orang yang junub,
kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya
orang mukmin itu tidak najis.’ Dalam shahih Al-Hakim,
ada tambahan, ‘Baik
ketika hidup maupun ketika mati.’
وما أعلم على كراهية إزالة شعر الجنب وظفره
دليلا شرعيا بل قد قال النبي للذي أسلم : ألق عنك شعر الكفر واختتن. فأمر الذي
أسلم أن يغتسل ولم يأمره بتأخير الاختتان وإزالة الشعر عن الاغتسال فإطلاق كلامه
يقتضي جواز الأمرين
.
Sementara
saya belum pernah mengetahui adanya dalil syariat yang memakruhkan potong
rambut dan kuku, ketika junub. Bahkan sebaliknya, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh orang yang masuk islam,
“Hilangkan darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah.” Beliau juga memerintahkan
orang yang masuk islam untuk mandi. Dan beliau tidak memerintahkan agar potong
rambut dan khitannya dilakukan setelah mandi. Tidak adanya perintah,
menunjukkan bolehnya potong kuku dan berkhitan sebelum mandi…’” (Fatawa Al-Kubra,
1:275)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar