Tentu kita tahu, jika di tanah Benua Eropa, muslim adalah kaum minoritas di sana. Tapi, tahukah kalian jika sebenarnya Islam itu pernah berjaya di Benua Eropa. Salah satunya di Spanyol. Yuk, kita jalan-jalan sebentar mengengok bukti sejarah dari sebuah masjid yang bernama Masjid Cordoba.
Mesjid Cordoba, terletak di Negara Spanyol, dibangun pada masa kekhalifahan Bani Umayyah yang bernama Aburrahman III.
Keagungan masjid ini mencerminkan kemakmuran dan kesejahteraan negara tersebut. Cordoba pada saat itu menjadi pusat perdagangan, ilmu pengetahuan, dan ibu kota kekhalifahan Bani Umayyah.
Tinggi menaranya 40 hasta di atas batang-batang kayu berukir dan ditopang oleh 1293 tiang yang terbuat dari berbagai macam marmer bermotif papan catur. Di sisi selatan, tampak sembilan belas pintu berlapiskan perunggu dengan kreasi yang sangat menakjubkan, sementara pintu tengahnya berlapiskan lempeng-lempeng emas. Panjang Masjid Cordoba dari utara ke selatan mencapai 175 meter dan lebarnya dari timur ke barat 134 meter, sedangkan tingginya mencapai 20 meter.
Struktur dan Konstruksi yang Mengagumkan
Bangunan masjid ini sangat kokoh dan tahan gempa, bahkan pada gempa keras yang pernah terjadi tahun 1793 (Gempa Bumi Lisabon) tidak ada sedikit pun keretakan yang terjadi.
Masjid ini memiliki seni dan arsitektur yang tinggi dan indah.
Setiap gerbang di masjid itu terdapat batu -batu merah dan batu putih. Gabungan unsur batu-batu tersebut mampu mewujudkan konsep jaluran yang menakjubkan. Konsep jaluran merah-putih itu banyak memengaruhi seni arsitektur bangunan di Spanyol. Hiasan dindingnya disemarakkan unsur flora dan inskripsi dari al-Quran dalam bentuk ukiran kapur, kaca, marmer, dan mozaik emas.
Tak hanya sekedar masjid yang ditujukan untuk ibadah, tapi di sini juga terdapat perpustakaan yang dikunjungi oleh lebih dari 400.000 orang tiap tahunnya.
“Di era kejayaan Islam, masjid tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah saja, namun juga sebagai pusat kegiatan intelektualitas,” ungkap J. Pedersen dalam bukunya berjudul Arabic Book.
Saat itu, terdapat 170 wanita yang berprofesi sebagai penulis kitab suci Al-Quran dengan huruf Kufi yang indah. Anak-anak fakir miskin pun bisa belajar secara gratis di sekolah yang disediakan Khalifah.
Dari sinilah yang mendorong terlahirnya ilmuwan-ilmuwan besar, seperti Ibnu Thufayl, ahli kedokteran dan filosof ternama, bahkan Salah satu alumninya adalah pemimpin tertinggi Agama Katolik, Paus Sylvester II.
Namun sayang, sejak ditaklukkan oleh Raja Leon Alfonso VII , masjid ini dialihfungsikan sebagai sebuah gereja. Pada awal abad ke-13, Kekhalifahan Bani Umayyah tidak dapat mengatasi serbuan Bangsa Eropa yang datang dari Utara maka Cordoba pun ditaklukkan, termasuk masjid ini ikut diduduki
Kemudian, beberapa tiang dihancurkan dan di dalam bangunan masjid didirikan kathedral yang diberi nama Cathedral Mezquita (Katedral Masjid). Pada beberapa bagian dinding masjid saat ini, lambang-lambang nonmuslim terlihat. Sampai saat ini, lonceng gereja masih berdentang tiap beberapa menit sekali.
Blog ini adalah tempat untuk berbagi ilmu, menorehkan kenang-kenangan selama perjuangan, dan yang jelas ini adalah bukti kalau ARSITEKTUR "masih" memiliki sebuah ruangan di pojok gedung C lantai 2 yang berfungsi sebagai MUSHOLLA sekaligus BASECAMP ROHIS ARSITEKTUR UNDIP. 'Kami masih ada. Masih bergerak dan mungkin tengah bersiap untuk BERLARI' FORUM KAJIAN ISLAM ARSITEKTUR "FKIA" TEKNIK ARSITEKTUR, UNIVERSITAS DIPONEGORO
Selasa, 09 Oktober 2012
ROHINGYA
Populasi Muslim Rohingya di Myanmar tercatat sekitar 4,0 persen atau hanya sekitar 1,7 juta jiwa dari total jumlah penduduk negara tersebut yang mencapai 42,7 juta jiwa. Jumlah ini menurun drastis dari catatan dokumen Images Asia: Report On The Situation For Muslims In Burma pada Mei tahun 1997. Dalam laporan tersebut, jumlah umat Muslim di Burma mendekati angka 7 juta jiwa.
Mereka kebanyakan datang dari India pada masa kolonial Inggris di Myanmar. Sepeninggal Inggris, gerakan antikolonialisasi di Burma berusaha menyingkirkan orang-orang dari etnis India itu, termasuk mereka yang memeluk Agama Islam. Bahkan, umat Muslim di Burma sering kali menjadi korban diskriminasi.
Pada tahun 1978 dan 1991, pihak militer Burma meluncurkan operasi khusus untuk melenyapkan pimpinan umat Islam di Arakan. Operasi tersebut memicu terjadinya eksodus besar-besaran dari kaum Rohingya ke Bangladesh. Dalam operasi khusus itu, militer tak segan-segan menggunakan kekerasan yang cenderung melanggar hak asasi manusia.
Selain itu, State Law and Order Restoration Council (SLORC) yang merupakan rezim baru di Myanmar selalu berusaha untuk memicu adanya konflik rasial dan agama. Tujuannya untuk memecah belah populasi sehingga rezim tersebut tetap bisa menguasai ranah politik dan ekonomi.
Pada 1988, SLORC memprovokasi terjadinya pergolakan anti-Muslim di Taunggyi dan Prome. Lalu, pada Mei 1996, karya tulis bernada anti-Muslim yang diyakini ditulis oleh SLORC tersebar di empat kota di Negara Bagian Shan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kekerasan terhadap kaum Muslim.
Kemudian, pada September 1996, SLORC menghancurkan masjid berusia enam ratus tahun di Negara Bagian Arakan dan menggunakan reruntuhannnya untuk mengaspal jalan yang menghubungkan markas militer baru daerah tersebut. Sepanjang Februari hingga Maret 1997, SLORC juga memprovokasi terjadinya gerakan anti-Muslim di Negara Bagian Karen.
Sejumlah masjid dihancurkan, Alquran dirobek dan dibakar. Umat Islam di negara bagian itu terpaksa harus mengungsi. Burma Digest juga mencatat, pada tahun 2005, telah muncul perintah bahwa anak-anak Muslim yang lahir di Sittwe, Negara Bagian Rakhine (Arakan) tidak boleh mendapatkan akta kelahiran.
Hasilnya, hingga saat ini banyak anak-anak yang tidak mempunyai akta kelahiran. Selain itu, National Registration Cards (NRC) atau kartu penduduk di Negara Myanmar sudah tidak diberikan lagi kepada mereka yang memeluk Agama Islam.
Mereka kebanyakan datang dari India pada masa kolonial Inggris di Myanmar. Sepeninggal Inggris, gerakan antikolonialisasi di Burma berusaha menyingkirkan orang-orang dari etnis India itu, termasuk mereka yang memeluk Agama Islam. Bahkan, umat Muslim di Burma sering kali menjadi korban diskriminasi.
Pada tahun 1978 dan 1991, pihak militer Burma meluncurkan operasi khusus untuk melenyapkan pimpinan umat Islam di Arakan. Operasi tersebut memicu terjadinya eksodus besar-besaran dari kaum Rohingya ke Bangladesh. Dalam operasi khusus itu, militer tak segan-segan menggunakan kekerasan yang cenderung melanggar hak asasi manusia.
Selain itu, State Law and Order Restoration Council (SLORC) yang merupakan rezim baru di Myanmar selalu berusaha untuk memicu adanya konflik rasial dan agama. Tujuannya untuk memecah belah populasi sehingga rezim tersebut tetap bisa menguasai ranah politik dan ekonomi.
Pada 1988, SLORC memprovokasi terjadinya pergolakan anti-Muslim di Taunggyi dan Prome. Lalu, pada Mei 1996, karya tulis bernada anti-Muslim yang diyakini ditulis oleh SLORC tersebar di empat kota di Negara Bagian Shan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kekerasan terhadap kaum Muslim.
Kemudian, pada September 1996, SLORC menghancurkan masjid berusia enam ratus tahun di Negara Bagian Arakan dan menggunakan reruntuhannnya untuk mengaspal jalan yang menghubungkan markas militer baru daerah tersebut. Sepanjang Februari hingga Maret 1997, SLORC juga memprovokasi terjadinya gerakan anti-Muslim di Negara Bagian Karen.
Sejumlah masjid dihancurkan, Alquran dirobek dan dibakar. Umat Islam di negara bagian itu terpaksa harus mengungsi. Burma Digest juga mencatat, pada tahun 2005, telah muncul perintah bahwa anak-anak Muslim yang lahir di Sittwe, Negara Bagian Rakhine (Arakan) tidak boleh mendapatkan akta kelahiran.
Hasilnya, hingga saat ini banyak anak-anak yang tidak mempunyai akta kelahiran. Selain itu, National Registration Cards (NRC) atau kartu penduduk di Negara Myanmar sudah tidak diberikan lagi kepada mereka yang memeluk Agama Islam.
Tips Agar Mudah Beradaptasi di Lingkungan Baru
Kita sebagai individu, hampir bisa dipastikan akan memasuki lingkungan baru. Pertama kali masuk kuliah, masuk kelas les, mendapat kelompok KKN, pertama kali bekerja di tempat baru, pertama kali ke kos baru. Banyak sekali dunia baru di depan kita. Kita masuki satu per satu pintu-pintu baru tersebut tanpa bisa menghindar.
Apa yang kita pikirkan ketika akan memasuki lingkungan yang benar-benar baru? Takut? Penasaran? Pasti banyak tanda tanya besar di kepala kita. Seringkali kita takut bahkan menolak masuk ke lingkungan baru hanya karena bayangan atau pikiran kita. Padahal, apa yang kita pikirkan belumlah tentu benar. Informasi yang kita dapat tentang lingkungan baru tersebut pun bisa jadi hanya dari satu sisi atau sebuah kebetulan. Namun, ketakutan akan ketidakpastian di lingkungan baru sangatlah wajar. Lalu, apa yang harus kita lakukan agar kita sukses masuk ke lingkungan baru?
1. Menata Persepsi Kita Tentang Lingkungan Baru Kita
Untuk menghindari persepsi yang salah, sebelumnya kita harus membekali diri dengan informasi yang benar dan terpercaya tentang lingkungan baru tersebut. Misal, kita akan masuk ke suatu universitas di luar kota maka ada baiknya kita tanya ke pada para alumni SMA yang berkuliah di universitas tersebut. Dengan demikian, sedikit banyak kita tahu dan mempunyai gambaran dengan lingkungan baru. Bagaimanapun, akan lebih nyaman berada di lingkungan baru yang kita sudah tahu daripada sibuk menerka dan menjadikan lingkungan baru tersebut sebagai misteri.
Lalu bagaimana jika informasi yang kita dapatkan tidak sesuai dengan keinginan kita? Misal, kita akan pindah ke suatu kota dan ternyata kita mendapati bahwa kota tersebut masih sangat kolot sehingga tabu bagi wanita keluar malam. Mungkin cara terbaik yang bisa kita lakukan adalah berusaha memahami alasan budaya itu. Dengan memahami, kita tidak akan menolak mentah-mentah dan membenci lingkungan baru meskipun beberapa hal di dalamnya tidak kita sukai.
2. Menata Diri
Persiapkan diri menghadapi lingkungan baru tersebut. Secara fisik, jika lingkungan baru kita membutuhkan persiapan ekstra, persiapkan juga fisik kita. Jika lingkungan baru kita sangat menghargai intelektualitas, persiapkan juga itu. Atau jika lingkungan baru kita sangat religius, ada baiknya kita memilah kembali baju yang akan kita kenakan di sana agar lebih sesuai.
3. Persiapkan Mental
Intinya adalah kita menanamkan kepada diri ini bahwa kita adalah orang baru yang harus berlaku baik agar diterima. Janganlah segan menyapa. Jangan pula takut bertanya. Misal, kita canggung berbasa-basi, cukup tersenyum, simpel, dan menggunakan bahasa universal. Pertanyaan ringan seperti menanyakan waktu, arah, dan pertanyaan lain merupakan pengantar yang tepat menuju sebuah obrolan. Jangan merasa rendah diri, ingatlah jika kita memiliki kelebihan yg tidak dimiliki orang lain, begitupula orang lain memiliki kekurangan yg tidak kita ketahui, jadi bisa saja rasa memiliki kekurangan juga dirasakan oleh orang-orang yang akan kita kenali tersebut.
4. Mulailah Beradaptasi
Sebagus apa pun persiapan yang kita lakukan, tetaplah kita harus beradaptasi dengan lingkungan. Bahkan, ketika kita sudah masuk ke dalam lingkungan tersebut, adaptasi mutlak tetap dilakukan. Jangan lupa, lingkungan terus berubah, maka ikutlah berubah agar tidak terkena seleksi alam. Janganlah takut ditolak karena tantangan akan selalu ada di setiap lingkungan yang akan kita masuki. So, masuk lingkungan baru, siapa takut?
5. Rajin-rajinlah Memulai Pembicaraan
Rajin-rajinlah menyapa atau mengobrol dengan teman-teman baru kita. Dengan membuka pembicaraan terlebih dahulu, kita sedang menunjukkan sebuah kepribadian yang hangat & terbuka terhadap lingkungan baru. Yang pasti, kita harus jadi orang yang murah senyum & senang menyapa di sekitar lingkungan baru.
6. Hargailah Budaya & Aturan di Lingkungan Baru
Percayalah, jika kita memasuki suatu lingkungan, pastilah kita berhadapan dengan peraturan. Sebebas-bebasnya suatu lingkungan, pastilah ada aturannya. Peraturan ini mutlak diperlukan agar kehidupan dalam lingkungan tersebut berjalan teratur. Oleh karena itu, kita harus bisa mengikuti peraturan yang ada di lingkungan baru tersebut. Baik peraturan yang sifatnya tertulis, maupun peraturan tidak tertulis, tapi bersifat mengikat. Pada awalnya mungkin kita akan merasa canggung. Namun begitu, kita harus tetap mengikuti budaya dan aturan yang diterapkan di lingkungan yang baru itu. Misalnya, jangan melanggar jika ada kewajiban mengenakan seragam kantor. Jangan coba-coba melanggar peraturan dengan alasan masih baru. Orang-orang lama di lingkungan baru kita pasti akan tahu mana kesalahan yang sengaja atau hanya dibuat-buat.
7. Open Mind
Ingat, kita ini orang baru. So, kita masih sangat banyak membutuhkan bantuan dan belajar dari para senior di lingkungan baru. Misalnya, kita dapatkan pekerjaan sesuai dengan disiplin ilmu yang kita tempuh di kampus, bukan berarti kita lantas bersikap “sok jagoan”. Pengalaman dari para senior akan sangat bermanfaat untuk kita dalam lingkungan baru itu. Janganlah menutup diri. Terimalah kritikan orang lain. Jika kita bekerja sebagai tim, cobalah untuk meraih kepercayaan di dalam tim. Dan akan lebih baik lagi bila kita langsung mendapat kepercayaan untuk bertanggung jawab terhadap tugas tim. Kita akan banyak belajar.
8. Jangan Malu Bertanya
Segeralah bertanya bila ada sesuatu yang sekiranya kita rasa masih kurang jelas. Bertanya tidak harus pada orang yang lebih tua. Kita bisa bertanya ke pada yang sudah cukup berpengalaman di sekitar kita. Setidaknya, untuk urusan teknis orang itu lebih berpengalaman daripada kita. Selain itu, jika lingkungan baru kita adalah lingkungan kerja, kita bisa juga bertanya ke pada atasan langsung atau rekan satu level.
9. Keingintahuan
Kuriositas akan membuat kita bersemangat dalam bekerja. Bila dari awal saja kita sudah tidak memiliki rasa ingin tahu terhadap bidang pekerjaan, bukan tidak mungkin kita pun akan malas untuk mengerjakan apa pun. Kuriositas akan memotivasi diri untuk mengeksplorasi kemampuan lebih dalam.
10. Mintalah Penilaian dari Orang-orang di Sekitar Kita
Cobalah minta penilaian terhadap apa yang sudah kita lakukan. Baik dan buruknya mesti kita terima sehingga kita bisa meningkatkan kualitas diri kita di lingungan baru. Tapi, sikap dan cara demikian bukanlah jaminan bahwa kita akan begitu saja lolos beradaptasi di lingkungan baru kita. Bila ada kesalahan dalam cara beradaptasi kita, diskusikanlah dengan orang lain untuk mendapatkan solusinya.
Apa yang kita pikirkan ketika akan memasuki lingkungan yang benar-benar baru? Takut? Penasaran? Pasti banyak tanda tanya besar di kepala kita. Seringkali kita takut bahkan menolak masuk ke lingkungan baru hanya karena bayangan atau pikiran kita. Padahal, apa yang kita pikirkan belumlah tentu benar. Informasi yang kita dapat tentang lingkungan baru tersebut pun bisa jadi hanya dari satu sisi atau sebuah kebetulan. Namun, ketakutan akan ketidakpastian di lingkungan baru sangatlah wajar. Lalu, apa yang harus kita lakukan agar kita sukses masuk ke lingkungan baru?
1. Menata Persepsi Kita Tentang Lingkungan Baru Kita
Untuk menghindari persepsi yang salah, sebelumnya kita harus membekali diri dengan informasi yang benar dan terpercaya tentang lingkungan baru tersebut. Misal, kita akan masuk ke suatu universitas di luar kota maka ada baiknya kita tanya ke pada para alumni SMA yang berkuliah di universitas tersebut. Dengan demikian, sedikit banyak kita tahu dan mempunyai gambaran dengan lingkungan baru. Bagaimanapun, akan lebih nyaman berada di lingkungan baru yang kita sudah tahu daripada sibuk menerka dan menjadikan lingkungan baru tersebut sebagai misteri.
Lalu bagaimana jika informasi yang kita dapatkan tidak sesuai dengan keinginan kita? Misal, kita akan pindah ke suatu kota dan ternyata kita mendapati bahwa kota tersebut masih sangat kolot sehingga tabu bagi wanita keluar malam. Mungkin cara terbaik yang bisa kita lakukan adalah berusaha memahami alasan budaya itu. Dengan memahami, kita tidak akan menolak mentah-mentah dan membenci lingkungan baru meskipun beberapa hal di dalamnya tidak kita sukai.
2. Menata Diri
Persiapkan diri menghadapi lingkungan baru tersebut. Secara fisik, jika lingkungan baru kita membutuhkan persiapan ekstra, persiapkan juga fisik kita. Jika lingkungan baru kita sangat menghargai intelektualitas, persiapkan juga itu. Atau jika lingkungan baru kita sangat religius, ada baiknya kita memilah kembali baju yang akan kita kenakan di sana agar lebih sesuai.
3. Persiapkan Mental
Intinya adalah kita menanamkan kepada diri ini bahwa kita adalah orang baru yang harus berlaku baik agar diterima. Janganlah segan menyapa. Jangan pula takut bertanya. Misal, kita canggung berbasa-basi, cukup tersenyum, simpel, dan menggunakan bahasa universal. Pertanyaan ringan seperti menanyakan waktu, arah, dan pertanyaan lain merupakan pengantar yang tepat menuju sebuah obrolan. Jangan merasa rendah diri, ingatlah jika kita memiliki kelebihan yg tidak dimiliki orang lain, begitupula orang lain memiliki kekurangan yg tidak kita ketahui, jadi bisa saja rasa memiliki kekurangan juga dirasakan oleh orang-orang yang akan kita kenali tersebut.
4. Mulailah Beradaptasi
Sebagus apa pun persiapan yang kita lakukan, tetaplah kita harus beradaptasi dengan lingkungan. Bahkan, ketika kita sudah masuk ke dalam lingkungan tersebut, adaptasi mutlak tetap dilakukan. Jangan lupa, lingkungan terus berubah, maka ikutlah berubah agar tidak terkena seleksi alam. Janganlah takut ditolak karena tantangan akan selalu ada di setiap lingkungan yang akan kita masuki. So, masuk lingkungan baru, siapa takut?
5. Rajin-rajinlah Memulai Pembicaraan
Rajin-rajinlah menyapa atau mengobrol dengan teman-teman baru kita. Dengan membuka pembicaraan terlebih dahulu, kita sedang menunjukkan sebuah kepribadian yang hangat & terbuka terhadap lingkungan baru. Yang pasti, kita harus jadi orang yang murah senyum & senang menyapa di sekitar lingkungan baru.
6. Hargailah Budaya & Aturan di Lingkungan Baru
Percayalah, jika kita memasuki suatu lingkungan, pastilah kita berhadapan dengan peraturan. Sebebas-bebasnya suatu lingkungan, pastilah ada aturannya. Peraturan ini mutlak diperlukan agar kehidupan dalam lingkungan tersebut berjalan teratur. Oleh karena itu, kita harus bisa mengikuti peraturan yang ada di lingkungan baru tersebut. Baik peraturan yang sifatnya tertulis, maupun peraturan tidak tertulis, tapi bersifat mengikat. Pada awalnya mungkin kita akan merasa canggung. Namun begitu, kita harus tetap mengikuti budaya dan aturan yang diterapkan di lingkungan yang baru itu. Misalnya, jangan melanggar jika ada kewajiban mengenakan seragam kantor. Jangan coba-coba melanggar peraturan dengan alasan masih baru. Orang-orang lama di lingkungan baru kita pasti akan tahu mana kesalahan yang sengaja atau hanya dibuat-buat.
7. Open Mind
Ingat, kita ini orang baru. So, kita masih sangat banyak membutuhkan bantuan dan belajar dari para senior di lingkungan baru. Misalnya, kita dapatkan pekerjaan sesuai dengan disiplin ilmu yang kita tempuh di kampus, bukan berarti kita lantas bersikap “sok jagoan”. Pengalaman dari para senior akan sangat bermanfaat untuk kita dalam lingkungan baru itu. Janganlah menutup diri. Terimalah kritikan orang lain. Jika kita bekerja sebagai tim, cobalah untuk meraih kepercayaan di dalam tim. Dan akan lebih baik lagi bila kita langsung mendapat kepercayaan untuk bertanggung jawab terhadap tugas tim. Kita akan banyak belajar.
8. Jangan Malu Bertanya
Segeralah bertanya bila ada sesuatu yang sekiranya kita rasa masih kurang jelas. Bertanya tidak harus pada orang yang lebih tua. Kita bisa bertanya ke pada yang sudah cukup berpengalaman di sekitar kita. Setidaknya, untuk urusan teknis orang itu lebih berpengalaman daripada kita. Selain itu, jika lingkungan baru kita adalah lingkungan kerja, kita bisa juga bertanya ke pada atasan langsung atau rekan satu level.
9. Keingintahuan
Kuriositas akan membuat kita bersemangat dalam bekerja. Bila dari awal saja kita sudah tidak memiliki rasa ingin tahu terhadap bidang pekerjaan, bukan tidak mungkin kita pun akan malas untuk mengerjakan apa pun. Kuriositas akan memotivasi diri untuk mengeksplorasi kemampuan lebih dalam.
10. Mintalah Penilaian dari Orang-orang di Sekitar Kita
Cobalah minta penilaian terhadap apa yang sudah kita lakukan. Baik dan buruknya mesti kita terima sehingga kita bisa meningkatkan kualitas diri kita di lingungan baru. Tapi, sikap dan cara demikian bukanlah jaminan bahwa kita akan begitu saja lolos beradaptasi di lingkungan baru kita. Bila ada kesalahan dalam cara beradaptasi kita, diskusikanlah dengan orang lain untuk mendapatkan solusinya.
Langganan:
Postingan (Atom)